BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Kerajaan
Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan islam terbersar yang ada ditanah
air khususnya di pulau jawa. Kerajaan Mataram adalah kerajaan Islam terbesar di
Jawa yang hingga kini masih mampu bertahan melewati masa-masa berakhirnya
kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia, walaupun dalam wujud yang berbeda
dengan terbaginya kerajaan ini menjadi empat pemerintahan swa-praja, yaitu
Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Puro Mangkunegaran dan Puro Pakualaman.
Sebelumnya memang ada kerajaan-kerajaan Islam di Jawa (Tengah) yang lain yang
mendahului, seperti Demak dan Pajang. Namun sejak runtuhnya dua kerajaan itu,
Mataramlah yang hingga puluhan tahun tetap eksis dan memiliki banyak kisah dan
mitos yang selalu menyertai perkembangannya. Paling tidak Mataram berkembang
dengan diringi oleh mitos perebutan kekuasaan yang panjang. Karena itu
informasi tentang kerajaan mataram islam tidak begitu sulit kita dapat karena
himgga saat ini kerajaan tersebut masih eksis di tanah Jawa walaupun dengan
konteks yang berbeda.
B. RUMUSAN MASALAH
A. Dimana Letak dan Asal Mula Kerajaan Mataram Islam ?
B. Bagaimana Bentuk Pemerintahan Kerajaan Mataram Islam ?
C. Bagaimana Aspek Kehidupan Sosial Kerajaan Mataram Islam ?
D. Bagaimana Aspek Kehidupan Ekonomi dan
Kebudayaan ?
E. Puncak
Kejayaan Mataram Islam ?
F. Sebab Kemunduran
Mataram Islam ?
C. TUJUAN
PENULISAN
Karya ini disusun bertujuan untuk
mengulas kembali tentang kerajaan Mataram Islam yang ada di Pulau Jawa,
khususnya di Jawa Tengah. Juga untuk memberikan gambaran bagaimana keadaan
kehidupan masyarakat Jawa Tengah pada masa kerajaan Mataram Islam, bagaimana
kehidupan social, budaya, maupun politiknya.
D. MANFAAT PENULISAN
Dengan
penulisan ini semoga bermanfaat bagi:
1.
Siswa dalam menggali ilmu dan pengetahuan tentang
Mataram Islam .
2.
Sebagai bahan bacaan dalam menggali ilmu tentang
Kerajaan mataram Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Letak dan
Asal Mula Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan mataram berdiri pada tahun 1582. pusat kerajaan
ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Para raja
yang pernah memerintah di Kerajaan mataram yaitu penembahan senopati
(1584 – 1601), panembahan Seda Krapyak (1601 – 1677). Lahirnya Mataram Islam
berkaitan dengan perkembangan kerajaan Pajang. Sebelum menjadi raja Pajang
dengan gelar Sutan Hadiwijaya (1546-1586), Joko Tingkir atau Mas Karebet harus
berperang melawan Adipati Jipang yang bernama Arya Penangsang. Joko Tingkir
dapat mengalahkan Arya Penangsang berkat bantuan Danang Sataujaya. Namun,
kemenangan itu terjadi karena strategi bagus yang diberikan oleh ayah Danang
Sataujaya (yaitu Ki Ageng Pemanahan) dan tokoh lainnya yang bernama
Penjawi. Oleh karena itu, Sutan Hadiwijaya memberi hadiah tanah Mentaok
(sekitar Kota Gede Yogyakarta) kepada Ki Ageng Pemanahan. Kemudian, Ki Ageng
Pemanahan membangun Mentaok menjadi sebuah Kadipaten yang berada di bawah kekuasaan
Pajang. Danang Sataujaya (putra Ki Ageng Pemanahan) menjadikan Kadipaten yang
dibangun ayahnya itu menjadi sebuah kerajaan baru yang bernama Mataram Islam.
Saat itu, setelah Sutan Hadiwijaya wafat, Pajang merosot. Danang menjadi raja
pertama Mataram dengan gelar Panembahan Senopati (1584-1601). Selama masa
kepemimpinanya, semua daerah di Jawa bagian tengah dan timur (kecuali
Blambangan) berhasil ia taklukkan.
B. Bentuk Pemerintahan
Dalam sejarah islam, Kesultanan mataram memiliki peran yang cukup penting
dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan islam di
Nusantara (indonesia). Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk
memperluas daerah kekuasaan dan mengislamkan para penduduk daerah kekuasaannya,
keterlibatan para pemuka agama, hingga pengembangan kebudayaan yang bercorak islam
di jawa. Pada awalnya daerah mataram dikuasai kesultanan pajang sebagai balas
jasa atas perjuangan dalam mengalahkan Arya Penangsang. Sultan Hadiwijaya menghadiahkan
daerah mataram kepada Ki Ageng Pemanahan. Selanjutnya, oleh ki Ageng Pemanahan
Mataram dibangun sebagai tempat permukiman baru dan persawahan.
Akan tetapi, kehadirannya di daerah ini dan usaha pembangunannya mendapat
berbagai jenis tanggapan dari para penguasa setempat. Misalnya, Ki Ageng Giring
yang berasal dari wangsa Kajoran secara terang-terangan menentang kehadirannya.
Begitu pula ki Ageng tembayat dan Ki Ageng Mangir. Namun masih ada yang
menerima kehadirannya, misalnya ki Ageng Karanglo. Meskipun demikian, tanggapan
dan sambutan yang beraneka itu tidak mengubah pendirian Ki Ageng Pemanahan
untuk melanjutkan pembangunan daerah itu. ia membangun pusat kekuatan di plered
dan menyiapkan strategi untuk menundukkan para penguasa yang menentang kehadirannya.
Pada tahun 1575, Pemahanan meninggal dunia. Ia digantikan oleh putranya,
Danang Sutawijaya atau Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Di samping bertekad
melanjutkan mimpi ayahandanya, ia pun bercita-cita membebaskan diri dari
kekuasaan pajang. Sehingga, hubungan antara mataram dengan pajang pun memburuk.
Hubungan yang tegang antara sutawijaya dan kesultanan Pajang akhirnya
menimbulkan peperangan. Dalam peperangan ini, kesultanan pajang mengalami
kekalahan. Setelah penguasa pajak yakni hadiwijaya meninggal dunia (1587),
Sutawijaya mengangkat dirinya menjadi raja Mataram dengan gelar penembahan
Senopati Ing Alaga. Ia mulai membangun kerajaannya dan memindahkan senopati
pusat pemerintahan ke Kotagede. Untuk memperluas daerah kekuasaanya, penembahan
senopati melancarkan serangan-serangan ke daerah sekitar. Misalnya dengan
menaklukkan Ki Ageng Mangir dan Ki Ageng Giring.
Pada tahun 1590, penembahan senopati atau biasa disebut dengan senopati
menguasai madiun, yang waktu itu bersekutu dengan surabaya. Pada tahun 1591 ia
mengalahkan kediri dan jipang, lalu melanjutkannya dengan penaklukkan Pasuruan
dan Tuban pada tahun 1598-1599.
Sebagai raja islam yang baru, panembahan senopati melaksanakan
penaklukkan-penaklukan itu untuk mewujudkan gagasannya bahwa mataram harus
menjadi pusat budaya dan agama islam, untuk menggantikan atau
melanjutkan kesultanan demak. Disebutkan pula dalam cerita babad bahwa
cita-cita itu berasal dari wangsit yang diterimanya dari Lipura (desa yang
terletak di sebelah barat daya Yogyakarta). Wangsit datang setelah mimpi dan
pertemuan senopati dengan penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul, ketika ia
bersemedi di Parangtritis dan Gua Langse di Selatan Yogyakarta. Dari pertemuan
itu disebutkan bahwa kelak ia akan menguasai seluruh tanah jawa.
Sistem pemerintahan yang dianut Kerajaan mataram islam adalah
sistem Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak ada pada diri
sultan. Seorang sultan atau raja sering digambarkan memiliki sifat keramat,
yang kebijaksanaannya terpacar dari kejernihan air muka dan kewibawannya yang
tiada tara. Raja menampakkan diri pada rakyat sekali seminggu di alun-alun
istana.
Selain sultan, pejabat penting lainnya adalah kaum priayi yang merupakan
penghubung antara raja dan rakyat. Selain itu ada pula panglima perang yang
bergelar Kusumadayu, serta perwira rendahan atau Yudanegara. Pejabat lainnya
adalah Sasranegara, pejabat administrasi.
Dengan sistem pemerintahan seperti itu, Panembahan senopati terus-menerus
memperkuat pengaruh mataram dalam berbagai bidang sampai ia meninggal pada
tahun 1601. ia digantikan oleh putranya, Mas Jolang atau Penembahan Seda ing
Krapyak (1601 – 1613). Peran mas Jolang tidak banyak yang menarik untuk
dicatat. Setelah mas jolang meninggal, ia digantikan oleh Mas Rangsang (1613 –
1645). Pada masa pemerintahannyalah Mataram mearik kejayaan. Baik dalam bidang
perluasan daerah kekuasaan, maupun agama dan kebudayaan.
Pangeran Jatmiko atau Mas Rangsang Menjadi raja mataram ketiga. Ia mendapat
nama gelar Agung Hanyakrakusuma selama masa kekuasaan, Agung Hanyakrakusuma
berhasil membawa Mataram ke puncak kejayaan dengan pusat pemerintahan di
Yogyakarta.
Gelar “sultan” yang disandang oleh Sultan Agung menunjukkan bahwa ia
mempunyai kelebihan dari raja-raja sebelumnya, yaitu panembahan Senopati dan
Panembahan Seda Ing Krapyak. Ia dinobatkan sebagai raja pada tahun 1613 pada
umur sekitar 20 tahun, dengan gelar “Panembahan”. Pada tahun 1624, gelar
“Panembahan” diganti menjadi “Susuhunan” atau “Sunan”. Pada tahun 1641, Agung
Hanyakrakusuma menerima pengakuan dari Mekah sebagai sultan, kemudian mengambil
gelar selengkapnya Sultan Agung Hanyakrakusuma Senopati Ing Alaga
Ngabdurrahman.
Karena cita-cita Sultan Agung untuk memerintah seluruh pulau jawa, kerajaan
Mataram pun terlibat dalam perang yang berkepanjangan baik dengan
penguasa-penguasa daerah, maupun dengan kompeni VOC yang mengincar pulau Jawa.
Pada tahun 1614, sultan agung mempersatukan kediri, pasuruan, lumajang, dan
malang. Pada tahun 1615, kekuatan tentara mataram lebih difokuskan ke daerah wirasaba,
tempat yang sangat strategis untuk menghadapi jawa timur. Daerah ini pun
berhasil ditaklukkan. pada tahun 1616, terjadi pertempuran antara tentara
mataram dan tentara surabaya, pasuruan, Tuban, Jepara, wirasaba, Arosbaya dan
Sumenep. Peperangan ini dapat dimenangi oleh tentara mataram, dan merupakan
kunci kemenangan untuk masa selanjutnya. Di tahun yang sama Lasem menyerah.
Tahun 1619, tuban dan Pasuruan dapat dipersatukan. Selanjutnya mataram
berhadapan langsung dengan Surabaya. Untuk menghadapi surabaya, mataram
melakukan strategi mengepung, yaitu lebih dahulu menggempur daerah-daerah
pedalaman seperti Sukadana (1622) dan Madura (1624). Akhirnya, Surabaya dapat
dikuasai pada tahun 1625.
Dengan penaklukan-penaklukan tersebut, Mataram menjadi kerajaan yang sangat
kuat secara militer. Pada tahun, 1627, seluruh pulau jawa kecuali kesultanan
Banten dan wilayah kekuasaan kompeni VOC di Batavia ttelah berhasil
dipersatukan di bawah mataram. Sukses besar tersebut menumbuhkan kepercayaan
diri sultan agung untuk menantang kompeni yang masih bercongkol di Batavia.
Maka, pada tahun 1628, Mataram mempersiapkan pasukan di bawah pimpinan
Tumengggung Baureksa dan Tumenggung Sura Agul-agul, untuk menggempur batavia.
Sayang sekali, karena kuatnya pertahanan Belanda, serangan ini gagal,
bahkan tumengggung Baureksa gugur. Kegagalan tersebut menyebabkan matara
bersemangat menyusun kekuatan yang lebih terlatih, dengan persiapan yang lebih
matang. Maka pada pada 1629, pasukan Sultan Agung kembali menyerbu Batavia.
Kali ini, ki ageng Juminah, Ki Ageng Purbaya, ki Ageng Puger adalah para
pimpinannya. Penyerbuan dilancarkan terhadap benteng Hollandia, Bommel, dan
weesp. Akan tetapi serangan ini kembali dapat dipatahkan, hingga menyebabkan
pasukan mataram ditarik mundur pada tahun itu juga. Selanjutnya, serangan
mataram diarahkan ke blambangan yang dapat diintegrasikan pada tahun 1639
Di luar peranan politik dan militer, Sultan Agung dikenal sebagai penguasa
yang besar perhatiannya terhadap perkembangan islam di tanah jawa. Ia adalah
pemimpin yang taat beragama, sehingga banyak memperoleh simpati dari kalangan
ulama. Secara teratur, ia pergi ke masjid, dan para pembesar diharuskan
mengikutinya. Untuk memperkuat suasana keagamaan, tradisi khitan, memendekkan
rambut bagi pria, dan mengenakan tutup kepala berwarna putih, dinyatakan
sebagai syariat yang harus ditaati.
Bagi Sultan Agung, Kerajaan Mataram adalah kerajaan islam
yang mengemban amanat Tuhan di tanah jawa. Oleh sebab itu, struktur serta
jabatan kepenghuluan dibangun dalam sistem kekuasaan kerajaan. Tradisi
kekuasaan seperti sholat jumat di masjid, grebeg ramadan, dan upaya
pengamanalan syariat islam merupakan bagian tak terpisahkan dari tatanan
istana.
Sultan agung juga berprediksi sebagai pujangga. Karyanya yang terkenal
yaitu kitab Serat Sastra Gendhing. Adapun kita serat Nitipraja digubahnya pada
tahun 1641 M. Serat sastra Gendhing berisi tetang budi pekerti luhur dan
keselarasan lahir batin. Serat Nitipraja berisi tata aturan moral, agar tatanan
masyarakat dan negara dapat menjadi harmonis. Selain menulis, Sultan Agung juga
memerintahkan para pujangga kraton untuk menulis sejarah babad tanah
jawi.
Di antara semua karyanya , peran sultan agung yang lebih membawa pengaruh
luas adalah dalam penanggalan. Sultan agung memadukan tradisi pesantren islam
dengan tradisi kejawen dalam perhitungan tahun. Masyarakat pesantren biasa
menggunakan tahun hijriah, masyarakat kejawen menggunakan tahun Caka atau saka.
Pada tahun 1633, Sultan Agung berhasil menyusun dan mengumumkan berlakunya
sistem perhitungan tahun yang baru bagi seluruh mataram. Perhitungan itu hampir
seluruhnya disesuaikan dengan tahun hijriah, berdasarkan perhitungan bulan.
Namun, awal perhitungan tahun jawa ini tetap sama dengan tahun saka, yaitu 78
m. Kesatuan perhitungan tahun sangat penting bagi penulisan serat babad.
Perubahan perhitungan itu merupakan sumbangan yang sangat penting bagi
perkembangan proses pengislaman tradisi dan kebudayaan jawa yang sudah
terjadi sejak berdirinya kerajaan demak. Hingga saat ini, sistem penanggalan
ala sultan Agung ini masih banyak digunakan.
Sejak masa sebelum sultan Agung pembangunan non-militer memang telah
dilakukan. Satu yang layak disebut, panembahan Senopati menyempurnakan bentuk
wayang dengan tatanan gempuran. Setelah zaman senopati, mas jolang juga berjasa
dalam kebudayaan, dengan berusaha menyusun sejarah negeri demak, serta
menulis beberapa kitap suluk. Misalnya Sulu Wujil (1607 M) yang berisi wejangan
Sunan bonang kepada abdi raja majapahit yang bernama Wujil. Pangeran
Karanggayam juga menggubah Serat Nitisruti (1612 m) pada masa mas jolang.
Menjelang akhir hayatnya. Sultan Agung menerapkan peraturan yang bertujuan
mencegah perebutan tahta, antara keluarga raja dan putra mahkota. Di bawah
kepemimpinan Sultan Agung, Mataram tidak hanya menjadi pusat kekuasaan, tapi
juga menjadi pusat penyebaran islam.
Kemajuan yang dicapai pada masa
pemerintahan Sultan Agung meliputi kemajuan di bidang politik, ekonomi, sosial,
dan budaya, yaitu :
1. Bidang
Politik
Kemajuan politik yang dicapai Sultan
Agung adalah menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang Belanda
di Batavia.
a.
Penyatuan
kerajaan-kerajaan Islam
Sultan Agung
berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Usaha ini dimulai dengan
menguasai Gresik, Jaratan, Pamekasan, Sumenep, Sampang, Pasuruhan, kemudian
Surabaya. Salah satu usahanya mempersatukan kerajaan Islam di Pulau Jawa ini
ada yang dilakukan dengan ikatan perkawinan. Sultan Agung mengambil menantu
Bupati Surabaya Pangeran Pekik dijodohkan dengan putrinya yaitu Ratu
Wandansari.
b.
Anti
penjajah Belanda
Sultan Agung
adalah raja yang sangat benci terhadap penjajah Belanda. Hal ini terbukti
dengan dua kali menyerang Belanda ke Batavia, yaitu yang pertama tahun 1628 dan
yang kedua tahun 1629. Kedua penyerangan ini mengalami kegagalan. Adapun
penyebab kegagalannya, antara lain:
·
Jarak yang terlalu jauh berakibat mengurangi ketahanan
prajurit mataram. Mereka harus menempuh jalan kaki selama satu bulan dengan
medan yang sangat sulit.
·
Kekurangan dukungan logistik menyebabkan pertahanan
prajurit Mataram di Batavia menjadi lemah.
·
Kalah dalam sistem persenjataan dengan senjataa yang
dimiliki kompeni Belanda yang serba modern.
·
Banyak prajurit Mataram yang terjangkit penyakit dan
meninggal, sehingga semakin memperlemah kekuatan.
·
Portugis bersedia membantu Mataram dengan menyerang
Batavia lewat laut, sedangkan Mataram lewat darat. Ternyata Portugis
mengingkari. Akhirnya Mataram dalam menghadapai Belanda tanpa bantuan Portugis.
·
Kesalahan politik Sultan Agung yang tidak menadakan
kerja sama dengan Banten dalam menyerang Belanda. Waktu itu mereka saling
bersaing.
·
Sistem koordinasi yang kurang kompak antara angkatan
laut dengan angkatan darat. Ternyata angkatan laut mengadakan penyerangan lebih
awalm sehingga rencana penyerangan Mataram ini diketahui Belanda.
·
Akibat penghianatan oleh salah seorang pribumi,
sehingga rencana penyerangan ini diketahui Belanda sebelumnya.
2. Bidang
Ekonomi
· Kemajuan
dalam bidang ekonomi meliputi hal-hal berikut ini:
Sebagai negara agraris, Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik. Dengan usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke Malaka.
Sebagai negara agraris, Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik. Dengan usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke Malaka.
· Penyatuan kerajaan-kerajaan
Islam di pesisir Jawa tidak hanya menambah kekuatan politik, tetapi juga
kekuatan ekonomi. Dengan demikian ekonomi Mataram tidak semata-mata tergantung
ekonomi agraris, tetapi juga karena pelayaran dan perdagangan.
3. Bidang
Sosial Budaya
Kemajuan
dalam bidang sosial budaya meliputi hal-hal berikut:
a. Timbulnya
kebudayaan kejawen
Unsur ini merupakan akulturasi dan asimilasi antara
kebudayaan asli Jawa dengan Islam. Misalnya upacara Grebeg yang semula
merupakan pemujaan roh nenek moyang. Kemudian, dilakukan dengan doa-doa agama
Islam. Saampai kini, di jawa kita kenal sebagai Grebeg Syawal, Grebeg Maulud
dan sebagainya.
b. Perhitungan
Tarikh Jawa
Sultan Agung
berhasil menyusun tarikh Jawa. Sebelum tahun 1633 M, Mataram menggunakan tarikh
Hindu yang didasarkan peredaran matahari (tarikh syamsiyah). Sejak tahun 1633 M
(1555 Hindu), tarikh Hindu diubah ke tarikh Islam berdasarkan peredaran bulan
(tarikh komariah). Caranya, tahun 1555 diteruskan tetapi dengan perhitungan
baru berdasarkan tarikh komariah. Tahun perhitungan Sultan Agung ini kemudian
dikenal sebagai “tahun Jawa”.
c. Berkembangnya
Kesusastraan Jawa
Pada zaman
kejayaan Sultan Agung, ilmu pengetahuan dan seni berkembang pesat, termasuk di
dalamnya kesusastraan Jawa. Sultan Agung sendiri mengarang kitab yang berjudul
Sastra Gending yang merupakan kitab filsafat kehidupan dan kenegaraan.
Kitab-kitab yang lain adalah Nitisruti, Nitisastra, dan Astrabata. Kitab-kitab
ini berisi tentang ajaran-ajaran budi pekerti yang baik.
Pengaruh
Mataram mulai memudar setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 M.
Selanjutnya, Mataram pecah menjadi dua, sebagaimana isi Perjanian Giyanti
(1755) berikut:
·
Mataram Timur yang dikenal Kesunanan Surakarta di
bawah kekuasaan Paku Buwono III dengan pusat pemerintahan di Surakarta.
·
Mataram Barat yang dikenal dengan Kesultanan
Yogyakarta di bawah kekuasaan Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I
dengan pusat pemerintahannya di Yogyakarta.
Perkembangan berikutnya, Kesunanan
Surakarta pecah menjadi dua yaitu Kesunanan dan Mangkunegaran (Perjanjian
Salatiga 1757). Kesultanan Yogyakarta juga terbagi atas Kesultanan dan Paku
Alaman. Perpecahan ini terjadi karena campur tangan Belanda dalam usahanya
memperlemah kekuatan Mataram, sehingga mudah untuk di kuasai.
Sultan Agung
meninggal pada Februari 1646. ia dimakamkan di puncak Bukit Imogiri, Bantul
,Yogyakarta. Selanjutnya, Mataram diperintah oleh putranya, Sunan Tegalwangi, dengan
gelar Amangkurat I ( 1646 – 1677). Dalam masa pemerintahan Amangkurat I,
kerajaan mataram mulai mundur. Wilayah kekuasaan mataram berangsur-angsur
menyempit karena direbut oleh kompeni VOC. Yang paling mengenaskan, pada tahun
1675, Rade Trunajaya dari Madura memberontak. Pemberontakannya demikian tak
terbendung, sampai-sampai Trunajaya berhasil menguasai keraton Mataram yang
waktu itu teletak di Plered. Amangkurat terlunta-lunta mengungsi, dan akhirnya
meninggal di Tegal.
Sepeninggal
Amangkurat I, Mataram dipegang oleh Amangkurat II yang menurunkan Dinasti Paku
Buwana di Solo dan Hamengku Buwana di Yogyakarta. Amangkurat II meminta bantuan
VOC untuk memadamkan pemberontakan Trunajaya. Setelah berakhirnya Perang
Giyanti (1755), wilayah kekuasaan mataram semakin terpecah belah. Berdasarkan
perjanjian giyanti, mataram dipecah menjadi dua, yakni mataram sukrakarta dan
mataram yogyakarta. Pada tahun 1757 dan 1813, perpecahan terjadi lagi dengan
munculnya Mangkunegara dan pakualaman. Di masa pemerintahan Hindia Belanda,
keempat pecahan kerajaan mataram ini disebut sebagai vorstenlanden. Saat ini,
keempat pecahan Kesultanan Mataram tersebut masih melanjutkan dinasti
masing-masing. Bahkan peran dan pengaruh pecahan mataram tersebut, terutama
kesultanan Yogyakarta masih cukup besar dan diakui masyarakat.
Raja-Raja Mataram Islam :
1. Panembahan
Senopati (1584-1601 M)
2. Mas Jolang
atau Seda Ing Krapyak (1601- 1613 M)
3. Mas Rangsang
bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1646 M)
4. Amangkurat I
(1646- 1676 M)
5. Amangkurat
II dikenal juga sebagai Sunan Amral (1677- 1703 M)
6. Sunan Mas
atau Amangkurat III pada 1703 M)
7. Pangeran
Puger yang bergelar Paku Buwana I (1703-1719 M)
8. Amangkurat
IVdikenal sebagai Sunan Prabu (1719-1727 M)
9. Paku Buwana
II (1727-1749 M)
10. Paku Buwana
III pada 1749 M pengangkatannya dilakukan oleh VOC.
11. Sultan
Agung.
C. Aspek
Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan
hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan
Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian
diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang keagamaan terdapat penghulu,
khotib, naid, dan surantana yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan.
Di bidang pengadilan, dalam istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas
menjalankan pengadilan istana. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh
kerajaan, diciptakan peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi
oleh seluruh penduduk.
D. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan
Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan
ini menggantungkan kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal ini karena
letaknya yang berada di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga memiliki daerah
kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai pelaut. Daerah
pesisir inilah yang berperan penting bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram.
Kebudayaan yang berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram berupa seni tari,
pahat, suara, dan sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah Upacara
Kejawen yang merupakan akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.
Di samping
itu, perkembangan di bidang kesusastraan memunculkan karya sastra yang cukup
terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang merupakan perpaduan dari hukum Islam
dengan adat istiadat Jawa yang disebut Hukum Surya Alam.
E. Puncak Kejayaan Mataram Islam
Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya pada jaman Sultan Agung
Hanyokrokusumo (1613-1646). Daerah kekuasaannya mencakup Pulau Jawa (kecuali
Banten dan Batavia), Pulau Madura, dan daerah Sukadana di Kalimantan Barat.
Pada waktu itu, Batavia dikuasai VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie)
Belanda.
Kekuatan militer Mataram sangat besar. Sultan Agung yang sangat anti
kolonialisme itu menyerang VOC di Batavia sebanyak dua kali (1628 dan 1629).
Menurut Moejanto seperti yang dikutip oleh Purwadi (2007), Sultan Agung
memakai konsep politik keagungbinataran yang berarti bahwa kerajaan
Mataram harus berupa ketunggalan, utuh, bulat, tidak tersaingi, dan tidak
terbagi-bagi.
F. Kemunduran Mataram Islam
Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut
Batavia dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu,
kehidupan ekonomi rakyat tidak terurus karena sebagian rakyat dikerahkan untuk
berperang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah
berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng
Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat
keturunan penguasa Majapahit. Asal-usulnya adalah suatu Kadipaten di bawah
Kesultanan Pajang, berpusat di "Bumi Mentaok" yang diberikan kepada
Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas jasanya. Raja berdaulat pertama adalah
Sutawijaya (Panembahan Senapati), putra dari Ki Ageng Pemanahan.
Kerajaan Mataram pada masa keemasannya pernah menyatukan tanah Jawa dan
sekitarnya, termasuk Madura. Negeri ini pernah memerangi VOC di Batavia untuk
mencegah semakin berkuasanya firma dagang itu, namun ironisnya malah harus
menerima bantuan VOC pada masa-masa akhir menjelang keruntuhannya.
Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris/pertanian dan relatif lemah
secara maritim. Ia meninggalkan beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat
hingga kini, seperti kampung Matraman di Batavia/Jakarta, sistem persawahan di
Pantura Jawa Barat, penggunaan hanacaraka dalam literatur bahasa Sunda, politik
feodal di Pasundan, serta beberapa batas administrasi wilayah yang masih
berlaku hingga sekarang.
1 komentar:
gak kelihatan tulisannya
Posting Komentar