Lahirnya agama Islam yang dibawa
oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang
luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan
raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi
historis dan sosiologis kerajaan Islam di Banten cukup membuktikan bahwa Islam
sangat cepat diterima masyarakat.
Rumusan masalah dalam makalah ini
A. Bagaimana awal sejarah kerajaan banten ?
B. Dimanakah letak kerajaan banten ?
C. Bagaimana aspek kehidupan politik ?
D. Bagaimana aspek kehidupan ekonomi ?
E. Bagaimana aspek kehidupan sosial ?
F. Bagaimana aspek kehidupan budaya ?
G. Peninggalan apa saja di kerajaan banten ?
A. Untuk mengetahui sejarah
kerajaan banten.
B. Untuk mengetahui letak
kerajaan banten
C. Untuk mengetahui kehidupan
politik
D. Untuk mengetahui kehidupan ekonomi
E. Untuk mengetahui kehidupan
sosial
F. Untuk mengetahui kehidupan
budaya
G. Untuk mengetahui peninggalan
kerajaan banten
4.
MANFAAT PENULISAN
Dengan
penulisan ini semoga bermanfaat bagi:
1.
Siswa dalam menggali ilmu dan pengetahuan tentang
kerajaan banten .
Pada awalnya kawasan Banten juga
dikenal dengan Banten Girang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan
pasukan Kerajaan Demak dibawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut
selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam.
Kemudian dipicu oleh adanya
kerjasama Sunda-Portugal dalam bidang ekonomi politik, hal ini dianggap dapat
membahayakan kedudukan Kerajaan demak selepas kekalahan mereka mengusir
Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan
fatahillah melakukan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan kelapa sekitar tahun
1527, yang waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda.
Selain mulai membangun benteng
pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan
ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di
kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja
Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan
dianugerahi keris oleh raja tersebut.
Seiring dengan kemunduran Demak
terutama setelah meninggalnya Trenggana, Banten yang sebelumnya vazal dari
kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri.
Maulana Yusuf melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan
menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Kemudian ia digantikan anaknya Maulana
Muhammad, yang mencoba menguasai Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha
Banten dalam mempersempit gerakan Portugal di nusantara, namun gagal karena ia
meninggal dalam penaklukkan tersebut.
Pada masa Pangeran Ratu anak dari
Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di Pulau Jawa yang mengambil gelar
“Sultan” [ada tahum 1638 dengan nama Arab Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir.
Pada masa ini Sultan Banten telah mulai secara intensif melakukan hubungan
diplomasi dnegan kekuatan lain yang ada pada waktu itu, salah satu diketahui
surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James tahun 1605 dan tahun 1629 kepada
Charles.
Secara geografis Kerajaan Banten
terletak di pesisir Selat Sunda dan merupakan pintu gerbang yang menghubungkan
Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Posisi Kerajaan Banten yang sangat strategis ini
banyak menarik perhatian Kerajaan Demak untuk menguasainya.
Pada awal berkembangnya masyarakat pantai Banten,
Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Namun pada tahun 1524
wilayah Banten berhasil dikuasai oleh Kerajaan Demak di bawah pimpinan Syarif
Hidayatullah. Pada waktu Demak terjadi perebutan kekuasaan, Banten melepaskan
diri dan tumbuh menjadi kerajaan besar.
Setelah itu, kekuasaan Banten diserahkan kepada Sultan
Hasanudin, putra Syarif Hidayatullah. Sultan Hasanudin dianggap sebagai peletak
dasar Kerajaan Banten. Banten semakin maju di bawah pemerintahan Sultan
Hasanudin karena didukung oleh faktor-faktor berikut ini:
Letak Banten yang strategis terutama setelah Malaka
jatuh ke tangan Portugis, Banten menjadi bandar utama karena dilalui jalur
perdagangan laut.
Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi
perdagangan utama bangsa Eropa menuju Asia.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Hal-hal yang dilakukan oleh Sultan Ageng
Tirtayasa terhadap kemajuan Kerajaan Banten adalah sebagai berikut:
Memajukan wilayah perdagangan. Wilayah perdagangan
Banten berkembang sampai ke bagian selatan Pulau Sumatera dan sebagian wilayah
Pulau Kalimantan.
Banten dijadikan sebagai tempat perdagangan
internasional yang mempertemukan pedagang lokal dengan para pedagang asing dari
Eropa.
Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga
banyak murid yang belajar agama Islam ke Banten.
Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan
arsitektur Lucas Cardeel. Sejumlah situs bersejarah peninggalan Kerajaan Banten
dapat kita saksikan hingga sekarang di wilayah Pantai Teluk Banten.
Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan.
Kekuatan ekonomi Banten didukung oleh pasukan tempur laut untuk menghadapi
serangan dari kerajaan lain di Nusantara dan serangan pasukan asing dari Eropa.
Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu raja yang
gigih menentang pendudukan VOC di Indonesia. Kekuatan politik dan angkatan
perang Banten maju pesat di bawah kepemimpinannya. Namun akhirnya VOC
menjalankan politik adu domba antara Sultan Ageng dan putranya, Sultan Haji.
Berkat politik adu domba tersebut Sultan Ageng Tirtayasa kemudian berhasil
ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat pada tahun 1629 Masehi.
Berikut ini daftar penguasa Kesultanan Banten menurut
catatan sejarah Wikipedia:
1. Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin memerintah
pada tahun 1552 – 1570
2. Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan memerintah pada
tahun 1570 – 1585
3. Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana memerintah
pada tahun 1585 – 1596
4. Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran
Ratu memerintah pada tahun 1596 – 1647
5. Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad memerintah pada tahun 1647
– 1651
6. Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul
Fattah memerintah pada tahun 1651-1682
7. Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar memerintah
pada tahun 1683 – 1687
8. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya memerintah pada tahun
1687 – 1690
9. Sultan Abul
Mahasin Muhammad Zainul Abidin memerintah pada tahun 1690 – 1733
10. Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin memerintah
pada tahun 1733 – 1747
11. Ratu Syarifah Fatimah memerintah pada tahun 1747 –
1750
12. Sultan Arif
Zainul Asyiqin al-Qadiri memerintah pada tahun 1753 – 1773
13. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin memerintah pada
tahun 1773 – 1799
14. Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin
memerintah pada tahun 1799 – 1803
15. Sultan Abul
Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin memerintah pada tahun 1803 – 1808
16. Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin
memerintah pada tahun 1809 – 1813
Kerajaan Banten terletak di ujung
Pulau Jawa, yaitu daerah Banten sekarang. Daerah Banten berhasil direbut dan
diislamkan oleh Fatahillah dan berkembang sebagai bandar perdagangan dan pusat
penyebaran Islam.
Faktor-faktor pendukung
berkembangnya Banten sebagai pusat kerajaan dan pusat perdagangan antara lain
sebagai berikut.
Ø Banten terletak di
Teluk Banten dan pelabuhannya memiliki syarat sebagai pelabuhan yang baik.
Ø Kedudukan Banten
yang sangat strategis di tepi Selat Sunda, karena aktivitas pelayaran
perdagangan dari pedagang Islam semakin ramai sejak Portugis berkuasa di
Malaka.
Ø Banten memiliki
bahan ekspor penting, yaitu lada sehingga menjadikan daya tarik yang kuat bagi
pedagang-pedagang asing.
Ø Jatuhnya Malaka ke
tangan Portugis mendorong pedagang-pedagang mencari jalan baru di Jawa Barat di
samping Cirebon.
Karena beberapa faktor
diatas, saat Portugis di Malaka mendorong Banten untuk membuat pelabuhan
di tepi Selat Sunda dan Teluk Banten, pelabuhan ini dipakai untuk ekspor lada
yang akan dikirim ke luar negeri. Untuk menambah ekspor lada, maulana Yusuf
melakukan penaklukan ke Lampung. Dengan ditaklukannya Lampung sebagai penghasil
lada terbesar mampu meningkatkan ekspor ke luar negeri dan meningkatkan
perekonomian.
Sejak daerah Banten disilamkan
oleh Fatahillah, kehihidupan sosial masyarakat secara perlahan mulai
berlandaskan ajaran-ajaran yang berlaku dalam agama Islam. Bahkan pengaruh
Islam semakin berkembang ke daerah pedalaman setelah Kerajaan dapat mengalahkan
Kerajaan Hindu Pajajaran. Pendukung setia Kerajaan Pajajaran menyingkir sebagai
suku baduy. Kepercayaanya disebut Pasundan Kawitan, artinya pasundan
yang pertama.
Selama Hasanuddin berkuasa, Banten mengalami
perkembangan yang pesat. Banten menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di
Jawa. Pada masa inilah Banten melepaskan diri dari Demak, menjadi kerajaan
merdeka. Maka dari itu, Hasanuddin lalu dianggap sebagai pendiri dan raja
pertama Banten. Kekuasannya meliputi daerah Priangan (Jawa bagian barat),
Lampung, hingga Sumatera Selatan. Di bawah pemerintahannya Banten berkembang
pesat dan banyak dikunjungi pedagang-pedagang asing dari Gujarat, Persia, Cina,
Usmani, Pegu (Myanmar), dan Keling.
Hasanuddin mempelopori
pembangunan Istana Surosowan. Yang masih tersisa sekarang hanyalah benteng yang
mengelilingi wilayah seluas 4 ha dan berbentuk presegi panjang. Ketinggian
tembok benteng ini berkisah antara 0,5 hingga 2 meter dengan lebar sekitar 5
meter. Dahulu benteng ini dikelilingi parit pertahanan. Tembok benteng dan
gerbangnya ini dibangun pada masa Maulana Yusuf. Bagian yang tersisa dari
istana ini selain benteng, adalah tempat pemandian, kolam, dan taman. Sementara
itu, para sultan Banten bertempat tinggal di Keraton Kaibon yang terletak di
Kampung Kroya. Kaibon ini berlokasi tak jauh dari Surosowan. Sayang, pada tahun
1832 keraton ini dibongkar oleh Belanda. Selain keraton, di Banten pun terdapat
Benteng Speelwijk yang direbut dari VOC oleh pasukan Banten ketika terjadi
peperangan antarkedua pihak tersebut.
Masyarakat yang berada pada
wilayah Kesultanan Banten terdiri dari beragam etnis yang ada di Nusantara,
antara lain: Sunda, Jawa, Melayu, Bugis, Makassar, dan Bali. Beragam suku
tersebut memberi pengaruh terhadap perkembangan budaya di Banten dengan tetap
terpacu berdasarkan aturan agama Islam. Pengaruh budaya Asia lain didapatkan
dari migrasi penduduk Cina serta keberadaan pedagang India dan Arab yang
berinteraksi dengan masyarakat setempat. Adapun warisan kehidupan budaya
masyarakat Kesultanan Banten yang sampai sekarang ini masih mendarah daging di
masyarakat, diantaranya yaitu :
1. Debus
Debus merupakan bentuk permainan
yang diciptakan untuk menguji ketabahan dan keimanan para prajurit Banten (Sri
Sutjiatiningsih, 1995:156). Namun pada masa Sul tan Hasanuddin berkuasa,
kesenian debus mulai digunakan sebagai seni untuk memikat masyarakat Banten
yang masih memeluk agama Hindu dan Buddha dalam rangka penyebaran Agama Islam.
2.Silat Bandrong
Kerajaan Banten sangat
membutuhkan orang – orang yang gagah berani,kuat dan banyak ilmunya. Seperti Ki
Sarap untuk menghadapi musuh yang lebih besar lagi, hal ini jelas Ki Sarap
lebih kuat dengan berhasilnya dia mengalahkan Ki Semar yang saat itu menjabat
Senopati Banten. Selanjutnya Ki Sarap dipanggil mengh adap Sultan Maulana
Hasanudin dan dijelaskan oleh sultan bahwa hukuman Ki Sarap diberi tugas untuk
menggantikan Ki Semar sebagai senopati Kesultanan Banten dengan syarat harus
mau melalui ujian ketangkasan yaitu menembak anting – anting ( gegombel )
tudung permaisuri Sultan tanpa melukainya sedikitpun. Persyaratan tersebut
diterima oleh Ki Sarap, walaupun dia tahu resikonya sangat tinggi mengingat dia
bukanlah seorang ahli dalam hal menembak.
3. Tradisi Panjang Mulud
Panjang mulud adalah tempat untuk
membawa makanan yang biasa dipajang saat perayaan Maulid Nabi. Tradisi panjang
mulud konon diwariskan sejak zaman Sultan Ageng Tirtayasa pada era Kesultanan
Banten. Bentuk panjan g mulud sesuai dengan kreativitas pembuatnya. Ada
yang berbentuk kapal, rumah, burung dan bentuk lainnya. Berikut gambar dari
tradisi panjang mulud: (Raddien:2013)
4. Bahasa
Sebelum kedatangan Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati di Banten bahasa penduduk yang pusat kekuasaan
politiknya di Banten Girang, adalah bahasa Sunda. Sedangkan bahasa Jawa, dibawa
oleh Syarif Hidayatullah, kemudian oleh puteranya, Hasanuddin, berbarengan
dengan penyebaran agama Islam. Dalam kontak budaya yang terjadi, bahasa Sunda
dan bahasa Jawa itu saling mempengaruhi yang pada gilirannya membentuk bahasa
Jawa dengan dialek tersendiri dan bahasa Sunda juga dengan dialeknya sendiri.
Artinya, bahasa Jawa lepas dari induknya (Demak, Solo, dan Yogya) dan bahasa
Sunda juga terputus dengan pengembangannya di Priangan sehingga membentuk
bahasa sunda dengan dialeknya sendiri pula.
5. Bahasa
Bahasa Jawa yang pada permulaan
abad ke-17 mulai tumbuh dan berkembang di Banten, bahkan menjadi bahasa resmi
keraton termasuk pada pusat-pusat pemerintahan di daerah-daerah. Sesungguhnya
pengaruh keraton itulah yang telah menyebabkan bahasa Jawa dapat berkembang
dengan pesat di daerah Banten Utara. Dengan demikian lambat laun pengaruh
keraton telah membentuk masyarakat berbahasa Jawa. Pada akhirnya, bahasa Jawa Banten
tetap berkembang meskipun keraton tidak ada lagi. Pada perkembangan sekarang,
bahasa Jawa Banten ternyata juga dipengaruhi oleh bahasa Indonesia; mungkin
demikian seterusnya, tetapi bahasa ini akan tetap ada sesuai dengan keberadaan
pendukungnya.
6. Sistem Pengetahuan
Pengetahuan merupakan bagian atau
berguna sebagai salah satu unsur kebudayaan Banten, misalnya pengetahuan
tentang alam semesta. Pada fase perkembangan awal pengetahuan tentang alam
semesta, orang Banten beranggapan bahwa alam ini milik Gusti Pangeran yang
dititipkan kepada Sultan yang berpangkat Wali setelah Nabi. Karena itu
hierarchi Sultan adalah suci.
Gusti Pangeran itu mempunyai
kekuatan yang luar biasa yang sebagian kecil dari kekuatannya itu diberikan
kepada manusia melalui pendekatan diri. Yang mengetahui formula-formula
pendekatan diri untuk memperoleh kekuatan itu adalah para Sultan dan para Wali,
karena itu Sultan dan para Wali itu sakti. Kesaktian Sultan dan para wali itu
dapat disebarkan kepada keturunan dan kepada siapa saja yang berguru atau
mengabdi kepada wali tersebut. Pengetahuan yang berakar pada alam semesta
tersebut masih ada sampai kini sehingga teridentifikasi dalam pengetahuan
magis. Mungkin dalam perkembangan kelak tidak bisa diprediksi menjadi hilang,
bahkan mungkin menjadi alternartif bersama-sama dengan sistem atau pengetahuan
yang lain.
7. Organisasi Sosial
Pada awal di jaman Kesultanan,
lapisan atas dalam stratifikasi sosial adalah pada Sultan dan
keluarganya/keturunannya sebagai lapisan bangsawan. Kemudian para pejabat
kesultanan, dan akhirnya rakyat biasa. Pada perkembangan selanjutnya, hilangnya
kesultanan, yang sebagian peranannya beralih pada Kiyai (kaum spiritual), dalam
stratifikasi sosial merekalah yang ada pada lapisan atas. Jika peranan itu
berpindah kepada kelompok lain, maka berpindah pulalah lapisan itu.
8. Sistem Religi
Agama Islam sebagai agama resmi
keraton dan keseluruhan wilayah kesultanan, dalam upacara-upacaranya mempunyai
sistem sendiri, yang meliputi peralatan upacara, pelaku upacara, dan jalannya upacara.
Misalnya dalam upacara Shalat, ada peralatan-peralatan seperti masjid, bedug,
tongtong, menara, mimbar, mihrab, padasan (pekulen), dan lain-lain. Demikian
pula ada pelakunya, dari sejak Imam, makmum, tukang Adzan, berbusana, dan
lain-lain, sampai kemudian tata cara upacaranya.
Di jaman kesultanan, Imam sebagai
pemimpin upacara Salat itu adalah Sultan sendiri yang pada transformasinya
kemudian diserahkan kepada Kadi. Pada perubahan dengan tidak ada sultan, maka
upacara agama berpindah kepemimpinannya kepada kiyai. Perkembangan selanjutnya
bisa jadi berubah karena transformasi peranan yang terjadi.
9. Kesenian
Ada tanda-tanda kesenian Banten
yang merupakan kesenian peninggalan sebelum Islam dan dipadu atau
diwarnai dengan agama Islam. Misalnya arsitektur mesjid dengan tiga tingkat
sebagai simbolisasi Iman, Islam, Ihsan, atau Syari’at, tharekat, hakekat.
Arsitektur seperti ini berlaku di seluruh masjid di Banten. Kemudian ada
kecenderungan berubah menjadi bentuk kubah, dan mungkin pada bentuk apa lagi, tapi
yang nampak ada kecenderungan lepas dari simbolisasi agama melainkan pada seni
itu sendiri.
Arsitektur rumah adat yang
mengandung filosofi kehidupan keluarga, aturan tabu, dan nilai-nilai privasi,
yang dituangkan dalam bentuk ruangan paralel dengan atap panggung, dan
tiang-tiang penyanggah tertentu. Filosofi itu telah berubah menjadi keindahan
fisik sehingga arsitekturnya hanya bermakna aestetik.
Kesenian tradisional yang ada,
pada umumnya berkembang secara turun temurun yang tidak terlepas dari nafas keagamaan
dan perjalanannya tidak terlepas pula dari pengaruh agama Islam maupun agama
lainnya. Dalam masa kesultanan Banten, pengaruh islam cukup kuat, sehingga
mempengaruhi dalam perkembangan kesenian tradisional di Kabupaten Serang
sedikit demi sedikit kesenian tradisional sebagai peninggalan nenek moyang,
disisipkan ajaran-ajaran islam, hal ini karena merupakan salah satu sarana yang
cukup potensial dalam menyebarkan agama islam. Khususnya di Kabupaten Serang
sangat menyukai irama padang pasir dan berirama Arab, pengaruh kesenian Arab
itu tidak saja di bidang seni suara, tetapi juga dibidang seni lainnya (Sri
Sutjiatiningsih,1995:154).
10. Wayang
Di tanah Jawa termasuk Banten
Kabupaten Serang masyarakatnya masih gemar terhadap pertunjukkan wayang,
kesempatan ini tidak disia-siakan oleh para wali atau sultan dijadikan media
dakwah atau sarana komunikasi. Pu jangga Islam telah memeras otak
mengarang cerita-cerita wayang yang disesuaikan dengan ajaran islam antara lain
“Jimat Kalima Sada” atau jimat dua kalimat syahadat (Sri
Sutjiatiningsih,1995:155).
11. Terbang Gede
Terbang gede merupakan suatu
kesenian tradisional di daerah Banten dan merupakan kesenian yang tumbuh dan
berkembang pada waktu para penyebar agama aru dikalangan masyarakat Banten pada
khususnya dan Indonesia pada umumnya. Pada masa itu kesenian terbang gede
digunakan sebagai seni media dakwah , penyebaran agama islam. Seni terbang
gede bernafaskan agama, hal ini terlihat dari lagu-lagu yang dibawakan
kebanyakan berbahasa Arab (Sri Sutjiatiningsih, 1995:160).
G.
Peninggalan-Peninggalan
Di Banten Lama dan sekitarnya
kini masih terdapat beberapa peninggalan kepurbakalaan yang berasal dari zaman
kerajaan Islam Banten (abad XVI – XVIII)
Peninggalan
tersebut ada yang masih utuh namun banyak yang tinggal reruntuhannya saja
bahkan tidak sedikit yang berupa fragmen-fragmen kecil. Peninggalan berupa
artefak –artefak kecil yang dikumpulkan dalam penelitian dan penggalian
kepurbakalaan kini telah disimpan di Museum Situs Kepurbakalaan yang terletak
di halaman depan bekas Keraton Surosowan.
Peninggalan kepurbakalaan tersebut adalah :
Peninggalan kepurbakalaan tersebut adalah :
· Komplek
Keraton Surosowan
· Komplek
Mesjid Agung
· Meriam
Ki Amuk
· Mesjid
Pacinan Tinggi
· Komplek
Keraton Kaibon
· Mesjid
Koja
· Kerkhof
· Benteng
Spelwijk
· Klenteng
Cina
· Watu
Gilang
· Makam
Kerabat Sultan
· Mesjid
Agung Kenari
· Benda-benda
purbakala di Museum Banten
Pengaruh besar yang diberikan
oleh Islam melalui Kesultanan dan para ulama serta para mubaligh Islam di
Banten seperti yang telah disaksikan sekarang ini, menunjukkan betapa besar
arti Islam dan peranan penyebar-penyebarnya baik melalui jalur politik,
pendidikan, kebudayaan dan ekonomi dimasa lampau. Peninggalan sejarah yang amat
berharga ini nampaknya akan selalu menarik untuk di teliti dan di kaji terutama
di kalangan ahli sejarah dan ilmuwan lainnya. Di samping karena sejarah
pertumbuhan dan perkembangan kesultanan Banten, belum banyak diteliti secara
tuntas, sehingga masih banyak hal-hal penting yang perlu di kaji dan di
pelajari secara mendalam dam menyeluruh.
0 komentar:
Posting Komentar